DPRD Gelar Hearing Publik, Terkait Ranperda MHA Serampas
Utama 16 Februari 2016MERANGIN – Pasca pemberlakuan UU No. 5/1979, sistem pemerintahan marga yang ada disejumlah daerah di Sumatera tak lagi berlaku.
Meski demikian, komunitas masyarakat adat dilima desa eks marga Serampas di Kecamatan Jangkat, Kabupaten Merangin, tetapmempertahankan jati diri sebagai Orang Serampas.
Dan di tengah gempuran modernisasi,Orang Serampas tetap merawat tradisi dan adat istiadat peninggalan para leluhur mereka. Pada awalnya Serampas terdiri dari tiga desa, yaitu Renah Alai, Tanjung Kasri, danRenah Kemumu. Saat ini jumlahnya berkembang menjadi lima desa dengan adanyapenambahan dua desa yang baru (Lubuk Mentilin dan Rantau Kermas) berasal dari desaRenah Alai.
Lokasi tiga desa yang pertama berada di pinggiran Taman Nasional KerinciSeblat (TNKS). Keberadaan taman nasional di daerah ini seringkali mendapat kritikan daripenduduk setempat.
Hal itu sangat beralasan, karena sebelum TNKS ada mereka sudah lebihdulu tinggal di sana. Guna melestarikan keberlangsungan komunitas ini beserta kearifanlokalnya, terutama kearifan lokal dalam menjaga hutan, diperlukan payung hukum yang jelasdalam bentuk peraturan daerah (Perda).
Menyadari pentingnya hal itu, masyarakat Serampas bersama KKI Warsi berupayamendorong DPRD Merangin membuat Perda Inisiatif tentang pengakuan dan perlindunganmasyarakat hukum adat Serampas.
Dalam rangka mematangkan ranperda itu, kemarin (15/2) DPRD Merangin menggelar hearing publik dalam rangka meminta masukan kepada parapihak terkait ranperda tersebut sebelum disahkan menjadi Perda Kabupaten Merangin.
Dalam hearing ini dihadirkan tokoh masayarakat luak 16 Muhtar Agus, perwakilandari lembaga Adat Provinsi Jambi, perwakilan masyarakat lima desa dari Serampas, Dinas Kehutanan Provinsi Jambi, Kabag Hukum Setda Merangin dan para pihak terkait lainnya.
Pada kesempatan itu, Wakil Ketua DPRD Merangin Isnedi mengatakan, pihaknya mengundang para pihak menghadiri hearing publik dalam rangka meminta masukan agar Perda tersebut tidak menimbulkan masalah di kemudian hari.
“Tujuan hearing publik ini untuk meminta masukan. Karena kami tidak mau timbul masalah di kemudian hari setelah perda ini disahkan. Sampaikan saran dan pendapatnya sepanjang yang diketahui. Semuaakan kita catat, semua kita rekam. Jadi apa yang kita putuskan nanti adalah hasil dari kesepakatan kita semua,” katanya.
Pada kesempatan ini, tokoh masyarakat Luak 16 Muhtar Agus juga memberikan beberapa masukan positif terkait ranperda tersebut. Terutama terkait pengucapan nama Serampas yang seharusnya menggunakan kata “Sehampeih”.
Namun karena sudah terlanjur mengggunakan kata Serampas dalam setiap literatur, maka ia hanya mengusulkan agar ditambahkan kata Sehampeih di dalam kurung dalam setiap penulisan kata Serampas. Karena nama yang benar menurut dia adalah Sehampeih, bukan Serampas.
Begitu juga denganpenyebutan kata marga, ia juga meminta agar tidak perlu dituliskan. Itu dalam rangkamenghindari kecemburuan dari marga lainnya yang ada di Provinsi Jambi.
“Sebaiknya kata marga Serampas diganti saja dengan kata wilayah Sehampeih,” ungkapnya. Sementara Sudirman, Ketua Pansus 3 DPRD yang menangani pembuatan ranperda ini mengatakan, pengajuan ranperda ini memiliki dasar hukum yang kuat dan jelas.
Dalam halini, sudah ada kajian akademis terkait masyarakat Serampas. Meski di sini khusus tentang Perda Masyarakat Serampas, namun kelak di kemudian hari tidak menutup kemungkinan bagi masayarakat adat lainnya untuk mengajukan Perda serupa jika persyaratan yang dimiliki sudah terpenuhi.
Sebagai anggota DPRD Merangin, ia mengaku sangat mendukung pengesahan ranperda tersebut oleh pemerintah Kabupaten Merangin.
“Teman-teman dari WARSI teruslah melakukan pendampingan terhadap masyarakat dan kami dari DPRD akan selalu men-support.
Perda ini dari masyarakat dan KKI WARSI, kami dari DPRD hanya mendorong. Ini bagi kami DPRD menjadi pilot projek untuk pembuatan perda masyarakat adat ke depannya,” kata dia.
Ketua Forum Masyarakat Adat Serampas Ishak Fendi mengatakan, pihaknya sangat berharap ranperda tersebut segera disahkan oleh Pemda Merangin menjadi Perda.
Dia berani memberi jaminan bahwa masyarakat Serampas tidak akan menyalah gunakan Perda tersebut. Sebab ia yakin, mereka akan mampu menjaga hutan yang ada di sekitar mereka dengan baik.
“Kami sangat yakin, dan kami berjanji akan bisa menjaga hutan ini. Karena selama ini kami sudah membuktikan bisa menjaga hutan melalui aturan adat yang berlaku. Jadi kami minta agar Perda ini segera disahkan,” ujarnya.
Peneliti Hukum dan Analisis Kebijakan KKI WARSI Ilham Kurniawan. Dartias mengatakan, perda ini merupakan perwujudan amanah konstitusional UUD 1945, khususnya pasal 18 B ayat 2.
Perjuangan ini berasal dari masyarakat hukum adat Serampas, kemudian aspirasi ini ditangkap dan dijadikan Perda Inisiatif DPRD Kabupaten Merangin setelah melalui perjuangan panjang masyarakat hukum adat dan proses legislasi seperti koordinasi, konsultasi publik dan studi banding sehingga ranperda ini memasuki tahap akhir persetujuan bersama anggota DPRD Merangin.
Ilham menambahkan, ranperda ini juga relevan dengan implementasi putusan MK 35terkait hutan adat dan peraturan perundangg-undangan terkait dengan pengakuan dan perlindungan masayarakat adat.
Adapun subtansi dari perda ini bersifat deklaratif mengakui dan memberikan perlindungan terhadap keberadaan dan hak-hak tradisional masyarakat hukum adat Serampas yang selama ini terabaikan.
“Melalui perda ini hak-hak itu dapat dipulihkan dan menjadi pintu masuk untuk melakukan pemberdayaan dan pembangunan di wilayah adat Serampas.
Di samping itu, perda ini sejalan dengan nawacita pemerintahan Jokowi-Jk yang tertuang dalam RPJMN terkait pemberian lahan kelola untuk masyarakat, khususnya masyrakat adat,” katanya.
Perda ini akan menjadi amunisi bagi masyarakat hukum adat untuk melindungi hutan adat yang ada di wilayahnya, baik dari masyarakat luar maupun kebijakan yang dinilai merusak lingkungan.
Seputarmerangin: Zakhrowi